Rabu, 04 Mei 2016

isu-isu pendidikan islam


A.    Kedudukan Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan Nasional merupakan sarana formal dalam membentuk manusia Indonesia yang bersifat utuh yakni manusia yang bertaqwa, cerdas, terampil, berbudi luhur dan berkepribadian Indonesia.[1] Pendidikan Islam dan pendidikan nasional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hal ini dapat ditelusuri dari 3 segi, pertama dari konsep penyusunan sistem pendidikan nasional itu sendiri, kedua dari hakikat pendidikan islam dalam kehidupan beragama kaum muslimin di Indonesia, ketiga dari segi kedudukan pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional.[2]
Pancasila sebagai landasan ideologis bangsa Indonesia pada sila pertama pancasila itu sendiri ialah ketuhanan Yang Maha Esa . Dalam bingkai ideology,  pembangunan pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional secara jelas didudukkan dalam peraturan perundangkan yang mengatur tentang penyelenggaraaan pendidikan Indonesia.
Pada masa awal kemerdekaan pokok-pokok pendidikan yang diusulkan Badan Pekerja komite Nasional Indonesia pusat (BPKNIP) menyatakan bahwa pengajaran agama hendaklah mendapatkan tempat yang teratur dan seksama , hingga cukup mendapatkan perhatian yang semestinya dengan tidak mengurangi kemerdekaan golongan-golongan yang berkendak mengikuti kepercayaan yang dianutnya. Tentang cara melakukan ini baiknya kementrian melakukan perundingan dengan badan pekerja. Madrasah dan pesantren-pesantren pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat dan berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan yang nyata dengan berupa tuntutan dan bantuan material dari pemerintah.
Selanjutnya pada masa orde lama pendidikan Agama telah dilaksanakan di Sekolah negeri melelui surat edaran ki Hajar dewantara serta penetapan bersama mentri Agama, dan mentri pendidikan, pengajaran dan kebudayaan Nomor: 1285/K.7 dan 1142/BHG.A tanggal 12 Desember 1946 yang kemudian diperbaharui dengan peraturan bersama nomor : 17678/Kab dan K/9180 tanggal 16 Juli 1951. Selanjutnya Tap MPR No II/MPRS/1966 secara tegas telah menetapkan pendidikan Agama sebagai mata pelajaran di Sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Undang-undang No.2 Tahun 1989, Bab IX pasal 39 ayat 2 dan 3 menyatakan bahwa : Ayat (2) Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat : Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.Setelah masa reformasi pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pendidikan agama yaitu dengan Undang-undang No.20 Tahun 2003 pasal 37 ayat 1 : kurikulum pendidikan dasar wajib memuat : Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Bahasa, Matematika, IPA, IPS, seni dan Budaya, Penjas dan olahraga, Ketrampilan, Muatan Lokal. Dan ayat 2 : kurikulum Pendidikan tinggi wajib memuat : Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa.
PP No 47 Tahun 2008 menyebutkan bahwa wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus di diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggungjawab pemerintah dan pemerintah daerah. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, berbentuk sekolah dasar dan madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah atau bentuk lain yang sederajat.Dalam PP nomor 55 Tahun 2007 pasal 2 ayat 1 memberikan pengertian bahwa pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian , serta ketrampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya , yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/ kuliah pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan , hubungan inter dan antar umat beragama.
PMA No.16 tahun 2010 Pasal 3 ayat 1 berbunyi setiap sekolah wajib menyelenggarakan pendidikan agama. Dan pasal 2 berbunyi setiap peserta didik berhak memperoleh pendidikan Agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
Selanjutnya dalam UU No.12 Tahun 2012 disebutkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi, wajib memuat mata kuliah yaitu agama, pancasila, kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia. Undang-undang tersebut semakin memperkuat posisi pendidikan Agama di dalam sistem pendidikan nasional. 

B.     Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiaapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.
Munculnya anggapan-anggapan yang kurang menyenagkan tentang pendidikan agama seperti Islam diajarkan lebih pada hafalan (padahal Islam penuh dengan nilai-nilai) yang harus dipraktekan. Pendidikan agama lebih ditekankan pada hubungan formalitas antara hamba dengan Tuhannya, penghayatan nilai-nilai agama kurang mendapat penekanan dan masih terdapat sederet respons kritis terhadap pendidikan agama. Hal ini disebabkan penilaian kelulusan siswa dalam pelajaran agama diukur dengan berapa banyak hafalan dan mengerjakan ujian tertulis dikelas yang dapat didemonstrasikan oleh siswa.
            Sebagai bangsa indonesia kita harus mengartikan pendidikan sebagai perjuangan bangsa, yaitupendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesiadan berdasarkan pada pancasila dan UUD 45. Dalam operasionalisasinya, pendidikan nasional tersebut dikelompokan kedalam berbagai jenis sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya, yang dikelola dalam perjenjangan sesuai dengan tahapan atau tingkat peserta didik, keluasaan dan kedalaman bahan pengajaran.
            Dengan demikian, sisitem pendidikan khususnya islam, secara macro merupakan usaha pengorganisasian proses kegiatan kependidikan yang berdasarkan ajaran islam dan pendekatan sistematik, sehingga dalam pelaksanaan opreasionalnya terdiri dari berbagai sub-sub sistem dari jenjang pendidikan pra dasar, menengah atau perguruan tinggi yang harus memiliki vertikalitas dalam kualitas ke ilmu pengetahuan dan keteknologian yang makin optimal, yang  mana tiap tingkat, keimanan dan ketakwaan kepada allah akan meninggika derajat lebi tinggi bagi orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.
            Hakikat pembangunan nasional adalah membangun manusia indonesia indonesia seutuhnya dan seluruh mansyarakat indonesia yang berlandaskan pancasila dan UUD 45, maka jelaslah tersirat dalam rumusan GBHN tersebut suatu idealitas yang sangat tinggi nilainya karena pandangan dasar bahwa manusia yang utuh lahiriyah dan jasmaniayah, seimbang, selaras dan serasi antara dunia dan akhirat dan sebagainya yang mampu menjadi pemeran aktif dalam pembangunan.[3]
            Pendidikan agama wajib dilaksanakandisemua lingkungan pendidikan oleh semua unsur penanggung jawab pendidikan, mengingat pendindikan agama di negeri pancasilayang kita cintai ini bukan semata-mata panggilan misional yang mengikat seluruh bangsa untuk menyukseskan, seperti halnya dengan komponen dasar pendidikan lainya, misalnya PMP< pendidikan P-4, PSPB yang satu sama lain harus saling mengembangkan dan berkaitan atau saling mengacu, meskipun pada masing-masing lingkungan tersebut intensitas pengaruh dan efektifnya tidak sama karena berbagai faktor dan fasilitas yang berbeda.


C.     Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Madrasah
Secara historis, pada tahap-tahap awal perjalanan madrasah tidaklah begitu mulus, kendatipun didirikan dengan nama madrasah, semula yang dikehendaki ialah suatu lembaga pendidikan dengan sistem klasikal, yang didalamnya anak didik mendapatkan ilmu pengetahuan agamaan umum secara berimbang. Tetapi prakteknya hanya dicerminkan oleh sistem klasikalnya saja, sementara kurikulum yang diajarkan tetap semata-mata bidang studi agama. Karena itu banyak madrasah pada tahap-tahap awal ini tidak bedanya dengan pesantren tradisional yang sudah lama berjalan.

Dari kenyataan-kenyataan tersebut, maka oleh Departemen Agama diadakanlah upaya-upaya untuk peningkatan kualitas madrasah, yang salah satu aspeknya adalah kurikulum. Untuk masalah kurikulum ini, dalam perkembangannya telah beberapa kali diadakan perubahan, dari yang muatannya lebih banyak pengetahuan agama dari pada pengetahuan umum sampai dengan diberlakukannya kurikulum 1994 yang memuat kurang lebih 10% pendidikan agama dan 90% pengetahuan umum.

Sistem pendidikan dan pengajaran yang digunakan pada madrasah merupakan perpaduan antara sistem pondok pesantren dengan sistem yang berlaku pada sekolah-sekolah modern. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur, mulai dari mengikuti system klasikal. Sistem pengajian kitab, diganti dengan bidang-bidang pelajaran tertentu, walaupun masih menggunakan kitab-kitab yang lama. Kenaikan tingkat ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang pelajaran tertentu.

Pada perkembangan berikutnya sistem pondok mulai ditinggalkan dan berdiri madrasah-madrasah yang mengikuti sistem yang sama dengan sekolah-sekolah modern. Namun demikian, pada tahap-tahap awal madrasah tersebut masih bersifat diniyah yang hanya mengajarkan pengetahuan agama.

Tampaknya, ide-ide pembaharuan yang berkembang di dunia Islam dan kebangkitan nasional bangsa Indonesia sangat besar pengaruhnya, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk ke dalam kurikulum madrasah, dan terus berproses sebagaimana digambarkan terdahulu. Buku-buku pelajaran agama mulai disusun khusus sesuai dengan tingkatan madrasah, sebagaimana halnya dengan buku-buku pengetahuan umum yang berlaku di sekolah-sekolah umum. Bahkan kemudian timbullah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem perjenjangan dan bentuk-bentuk sekolah-sekolah modern, seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI) untuk tingkatan dasar, Madrasah Tsanawiyah (MTs) untuk tingkatan SMP, Madrasah Aliah (MA) untuk tingkatan SMA, dan ada pula Kuliah Muallimin (pendidikan guru) yang disebut normal Islam.


D.    Madrasah dan SKB 3 Menteri
SKB 3 Menteri yang bertemakan “Peningkatan Mutu Pendidikan pada Madrasah” yang diterbitkan pada tahun 1975 berlaku bagi semua jenjang madrasah, baik madrasah negeri maupun swasta, madrasah di lingkungan pondok pesantren maupun di luar pondok pesantren. Sebagaimana namanya, tujuan utama SKB 3 menteri tersebut adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan madrasah agar sejajar dengan sekolah-sekolah umum. Selain itu, menurut Abuddin Nata, hal keputusan bersama tersebut merupakan langkah awal masuknya pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional.

Secara umum isi SKB 3 menteri tersebut adalah:
1.      Ijazah yang dikeluarkan oleh madrasah diakui dan mempunyai nilai yang sama dengan ijazah dari sekolah umum.
2.      Lulusan madrasah dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah umum setingkat lebih tinggi.
3.      Siswa madrasah dapat pindah ke sekolah umum yang setingkat.
                                            
Hal tersebut tertuang dalam bab 2 (dua) pasal 2 (dua). Sedangkan peningkatan mutu pendidikan pada madrasah, sebagaimana dijelaskan pada pasal 3 (tiga) ayat 1 (satu) meliputi beberapa bidang:
1.      Kurikulum,
2.      Buku-buku pelajaran, alat-alat pendidikan dan sarana pendidikan pada umumnya,
3.      Pengajar.
Sementara dalam pasal 3 ayat 2 (dua) dijelaskan tentang kesesuaian tigkatan pendidikan madrasah dan sekolah umum:
1.      Standar pengetahuan madrasah ibtidaiyah adalah sama dengan Sekolah Dasar,
2.      Standar pengetahuan madrasah tsanawiyah sama dengan Sekolah Menengah Pertama,
3.      Sementara madrasah aliyah disetarakan dengan Sekolah Menengah Atas dalam standar pengetahuan yang diajarkannya.

Sebagai konsekuensi adanya SKB 3 Menteri ini adalah bahwa seluruh madrasah harus melakukan perubahan kurikulum, dimana 70 % materi yang diajarkan merupakan ilmu pengetahuan umum dan 30 % sisanya adalah ilmu pengetahuan agama. Dengan ini pula diharapkan lembaga pendidikan Islam dapat meningkatkan kualitasnya sehingga mampu berkompetisi dengan sekolah umum. Perbedaan yang ada hanya masalah departemen pemerintah yang menaunginya. Madrasah/lembaga pendidikan Islam berada di bawah payung Departemen Agama, sementara sekolah (umum) berada di bawah naungan Departemen Pendidikan Nasional. Perbedaan lain adalah proporsi materi pelajaran agama Islam di kedua lembaga tersebut. Materi agama di madrasah lebih banyak dari pada materi agama yang diajarkan di sekolah.

Kelahiran SKB 3 Menteri ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kekhawatiran dan kecemasan umat Islam akan dihapuskannya sistem pendidikan madrasah dalam sistem pendidikan nasional sebagai kongkurensi Keppres dan Inpres di atas. SKB ini dapat dipandang sebagai model solusi yang di satu sisi memberikan pengakuan terhadap eksistensi madrasah, dan di sisi lain memberikan kepastian akan berlanjutnya usaha yang mengarah pada pembentukan sistem pendidikan nasional yang integratif.





DAFTAR PUSTAKA

Assegaf, Abdur Rahman. Pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta : Suka press, 2007.
Suhartini, Andewi, Sejarah pendidikan Islam, Jakarta: Depag RI, 2009.
Djamaludin, Kapita Selekta Pendidikn Islam, Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 1999.






[1] Abdur Rahman Asegaf, pendidikan Islam di Indoonesia, ( Yogyakarta : Suka Press, 2007), hal.134.
[2] Andewi Suhartini, Sejarah Pendidikan Islam, ( Jakarta : Depag RI, 2009), hal. 191.
[3] Drs. H. Djamaludin, Kapita Selekta Pendidikn Islam, Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 1999, hlm, 38

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SILABUS K13 Pendidikan Agama Islam VIII SMP

SILABUS MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI Satuan Pendidikan              : SMP Negeri Kelas             ...