PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN ISLAM (KLASIK DAN MODERN)
KONSEP
PENDIDIKAN IBN MISKAWAIH
A. Riwayat
Hidup Ibn Miskawaih
Nama
lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhammad Ya’kub Ibn Miskawaih. Ia lahir pada tahun
320 H/932 M. di Rayy, dan meninggal di Isfahan pada tanggal 9 Shafar tahun 412
H./16 Pebruari 1030 M. Ibn Miskawaih hidup pada masa pemerintahan dinasti
Buwaihi (320-450 H./932-1062 M.) yang sebagian besar pemukanya bermazhab Syiah. (Nata Abudin, 2000)
Latar
belakang pendidikannya tidak terlacak secara rinci. Tetapi ditemukan
keterangan, bahwa ia mempelajari sejarah dari Abu Bakr Ahmad Ibn Kamil al-Qadi,
mempelajari Filsafat dari Ibn al-Akhmar, dan mempelajari Kimia dari Abu
Thayyib.
Pekerjaan
utama Ibn Miskawaih adalah bendaharawan, sekretaris, pustakawan, dan pendidik
anak para pemuka dinasti Buwaihi. Selain akrab dengan penguasa, ia juga banyak
bergaul dengan para ilmuwan seperti Abu Hayyan at-Tauhidi, Yahya Ibn ‘Adi dan
Ibn Sina. Ibn Miskawaih juga dikenal sebagai sejarawan besar yang
kemasyhurannya melebihi pendahulunya, At-Thabari (w. 310 H./923 M.).
Selanjutnya ia juga dikenal sebagai dokter, penyair dan ahli bahasa.
B. Konsep
Pendidikan Ibn Miskawaih
Konsep
pemikiran pendidikan Ibn Miskawaih dilandasai oleh konsep pemikirannya tentang
manusia dan akhlak.
1. Dasar
Pemikirannya
A. Konsep
Pendidikan
Ibn
Miskawaih membangun konsep pendidikan pada pendidikan akhlak. Selengkapnya
dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Tujuan
Pendidikan Akhlak
Tujuan
pendidikan akhlak yang dirumuskannya adalah terwujudnya sikap bathin yang mampu
mendorong serta spontan untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik,
sehingga mencapai kesempurnaan dan memperoleh kebahagiaan sejati dan sempurna.
b. Materi
Pendidikan Akhlak
Ibn
Miskawaih menyebut tiga hal pokok menjadi materi pendidikan akhlaknya. Tiga hal
tersebut adalah: (1) hal-hal yang wajib bagi kebutuhan tubuh manusia, misalnya
shalat, puasa dan sa’i(2) hal-hal yang wajib bagi jiwa, misalnya mengesakan
Allah serta motivasi senang kepada ilmu dan (3) hal-hal yang wajib bagi
hubungannya dengan sesama manusia, misalnya ilmu muamalat, pertanian,
perkawinan, saling menasehati, peperangan dan lain-lain.
c. Pendidik
dan Anak Didik
Pendidik,
dalam hal ini guru, instruktur, ustadz atau dosen memegang peranan penting
dalam keberlangsungan kegiatan pengajaran dan pendidikan untuk mencapai tujuan
pendidikan yang ditetapkan. Sedangkan anak didik yang selanjutnya disebut
murid, siswa, peserta didik atau mahasiswa merupakan sasaran kegiatan
pengajaran dan pendidikan merupakan bagian yang perlu mendapatkan perhatian
yang seksama. Perbedaan anak didik dapat menyebabkan terjadinya perbedaan
materi, metode, pendekatan dan sebagainya.
d.
Lingkungan Pendidikan
Sebagai
makhluk sosial, manusia memerlukan kondisi yang baik dari luar dirinya. Selanjutnya
ia menyatakan, bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang berbuat baik
terhadap keluarga dan orang-orang yang masih ada kaitan dengannya mulai dari
saudara, anak atau orang yang masih ada hubungan dengannya.
e.
Metodologi Pendidikan
Beberapa metode
yang diajukannya untuk mencapai akhlak yang baik adalah pertama, adanya kemauan
yang sungguh-sungguh untuk berlatih terus-menerus dan menahan diri (al-‘adat wa
al-jihad) untuk memperoleh keutamaan dan kesopanan yang sebenarnya sesuai
dengan keutamaan jiwa. Kedua, dengan menjadikan semua pengetahuan dan
pengalaman orang lain sebagai cermin bagi dirinya.
KONSEP
PENDIDIKAN AL-QABISI
A. Riwayat
Hidup al- Qabisi
Nama
lengkapnya adalah Abu al-Hasan ‘Ali bin Muhammad Khalaf al-Ma’afiri al-Qabisi.
Ia lahir di Kairawan, Tunisia, pada bulan Rajab, tahun 224 H. bertepatan dengan
13 Mei tahun 936 M. Ia pernah merantau ke beberapa negara Timur Tengah pada
tahun 353 H./963 M. selama 5 tahun, kemudian kembali ke negeri asalnya dan
meninggal dunia pada tanggal 3 Rabiul Awal 403 H. bertepatan dengan tanggal 23
Oktober 1012 M.
Riwayat
pendidikannya, ia pernah berguru kepada salah seorang ulama di Iskandariyah.
Dia emperdalam ilmu agama dan hadits dari ulama-ulama terkenal dari Afrika
Utara, seperti Abul Abbas al-Ibyani dan Abu Hasan bin Masruf ad-Dhibaghi, serta
Abu Abdillah bin Masrur al-Assa’ali dan sebagainya.
Ketika
berada di Kairawan, Tunisia, ia berguru mengenai ilmu fiqh kepada ulama mazhab
Malikiyah yang berkembang di daerah itu, sehingga ia menjadi orang yang juga
ahli di bidang fiqh. Para pengamat sepakat bahwa al-Qabisi termasuk salah
seorang ulama hadits dan fiqh yang terkemuka pada zamannya.
B. Konsep
Pendidikan al-Qabisi
Beberapa
pemikirannya tentang pendidikan adalah:
1.
Pendidikan Anak-anak
Al-Qabisi
memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan anak-anak yang berlangsung di
kuttab-kuttab. Menurutnya bahwa mendidik anak-anak merupakan upaya amat
strategis dalam rangka menjaga kelangsungan bangsa dan negara. Oleh karena itu
pendidikan anak harus dilaksanakan dengan penuh kesungguhan dan ketekunan yang
tinggi.(Ramayulis, 2009: 56)
2. Tujuan
Pendidikan
Al-Qabisi
menghendaki agar pendidikan dan pengajaran dapat menumbuhkembangkan pribadi
anak yang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang benar. Lebih spesifik tujuan
pendidikannya adalah mengembangkan kekuatan akhlak anak, menmbuhkan rasa cinta
agama, berpegang teguh kepada ajaran-ajarannya, serta berperilaku yang sesuai
dengan nilai-nilai agama yang murni. Di ssamping itu juga al-Qabisi mengarahkan
dalam tujuan pendidikannya agar anak memiliki keterampilan da keahlian
pragmatis yang dapat mendukung kemampuanya mencari nafkah.
KONSEP
PENDIDIKAN AL-MAWARDI
A. Riwayat
Hidup al-Mawardi
Nama
lengkapnya adalah Abu al-Hasan Ali Ibn Muhammad Ibn Habib al-Basry. Ia dilahirkan
di Basrah pada tahun 364 H. bertepatan dengan tahun 974 M. dan wafat di Baghdad
pada tahun 450 H. bertepatan dengan tahun 1058 M.
Al-Mawardi
hidup pada masa puncak kejayaan ummat Islam. Hingga tidak mengherankan ia
tumbuh sebagai pemikir Islam yang ahli dalam bidang fiqh dan sastrawan di
samping juga sebagai politikus yang paiwai.
Pendidikannya
ditempuh di negeri kelahirannya, Basrah. Di kota itu ia sempat belajar hadits
dari beberapa ulama terkenal seperti al-Hasan Ibn Ali Ibn Muhammad Ibn al-Jabaly.
Abu Khalifah al-Jumhy, Muhammad Ibn ‘Adiy Ibn Zuhar al-Marqy, Muhammad Ibn
al-Ma’ally al-Azdy serta Ja’far bin Muhammad ibn al-Fadl al-Baghdadi. Di
samping ahli hadits, ia juga ahli fiqh terkemuka dari mazhab Syafi’i, sastra
dan syair, nahwu, filsafat, dan ilmu sosial.
B. Pemikiran
al-Mawardi dalam Bidang Pendidikan
Pemikiran
al-Mawardi dalam bidang pendidikan sebagian besar terkonsentrasi pada masalah
etika hubungan guru dan murid dalam proses belajar mengajar. Pemikiran ini
dapat dipahami, karena dari seluruh aspek pendidikan, guru memegang peranan
amat penting, bahkan berada pada garda terdepan.
Al-Mawardi
memandang penting seorang guru yang memiliki sikap tawadlu (rendah hati),
ikhlas serta menjauhi sikap ujub (besar kepala). Sikap tawadlu akan menyebabkan
guru bersikap demokratis dalam menghadapi murid-muridnya. Sikap demokratis ini
mengandung makna bahwa guru berusaha mengembangkan individu seoptimal mungkin.
Guru menempatkan dirinya sebagai pemimpin dan pembimbing dalam proses belajar
mengajar.
Dengan
keikhlasan, guru akan tampil melaksanakan tugasnya secara profesional. Hal ini
ditandai oleh beberapa sikap sebagai berikut:
Pertama,
selalu mempersiapkan sesuatu yang diperlukan guna mendukung PBM. Kedua,
disiplin terhadap peraturan dan waktu. Ketiga, penggunaan waktu luangnya akan
diarahkan untuk kepentingan profesional. Keempat, ketekunan dan keuletan dalam
bekerja. Kelima, memiliki daya kreasi dan inovasi yang tinggi.
KONSEP
PENDIDIKAN IBN TAIMIYAH
A. Riwayat
Hidup Ibn Taimiyah
Nama
lengkapnya adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abd al-Halim bin Taimiyah, lahir di kota
Harran, Wilayah Siria, pada hari senin 10 Rabiul Awwal 661 H. bertepatan dengan
22 Januari 1263 M dan wafat di Damaskus pada malam Senin, 20 Zulqaidah, 728 H.
bertepatan dengan 26 September 1328 M. Ayahnya bernama Syihab a-Din ‘Abd
al-Halim Ibn ‘Abd as-Salam (627-672 H.) adalah seorang ulama besar yang
mempunyai kedudukan tinggi di Masjid Agung Damaskus. Di samping sebagai khatib
dan imam besar di masjid tersebut juga sebagai guru dalam bidang tafsir dan
hadits. Bahkan direktur Madrasah Dar-al-Hadits as-Sukkariyah, yang bermazhab
Hambali. Di sinilah pertama kalinya Ibn Taymiyah dididik.
B. Konsep
Pendidikan Ibnu Taimiyah
1. Falsafah
Pendidikan
Dasar atau
asas yang digunakan sebagai acuan falsafah pendidikan oleh Ibn Taimiyah adalah
ilmu yang bermanfaat sebagai asas bagi kehidupan yang cerdas dan unggul. Hal
ini dibangun atas dua hal, (1) al-Tauhid (mengesakan Allah), (2) tabiat
insaniyah (kemanusiaan).
2. Tujuan
Pendidikan
a. Tujuan
Pendidikan Individual
Diarahkan
pada terbentuknya pribadi muslim yang baik, yaitu seseorang yang berfikir,
merasa dan bekerja pada berbagai lapangan kehidupan pada setiap waktu sejalan
dengan perintah al-Quran dan al-Sunnah.
b. Tujuan
Sosial
Pendidikan
harus diarahkan pada terciptanta masyarakat yang bak sejalan dengan ketentuan
al-Quran dan al-Sunnah.
KONSEP
PENDIDIKAN ABDULLAH AHMAD
A. Riwayat
Hidup
Abdullah
Ahmad lahir di Padang Panjang pada tahun 1878. Ia adalah putera H. Ahmad,
seorang lama Minangkabau yang senantiasa mengajarkan agama di surau-surau, di
samping sebagai saudagar kain Bugis.
Pendidikan
Abdullah Ahmad dimulai dengan mempelajari agama Islam dari orang tuanya serta
beberapa guru yang ada di daerahnya. Setelah baligh, ia dimasukkan ke sekolah
kelas dua (sekolah yang diperuntukkan bagi pribumi) di Padang Panjang. Karena
ayahnya seorang ulama yang berpikiran modern, maka Abdullah Ahmad sangat
diharapkan agar menjadi orang yang terpelajar dan memiliki pengetahuan yang
luas di bidang agama.
B. Konsep
Pendidikan Abdullah Ahmad
Konsep di
bidang pendidikan yang dikemukakan oleh Abdullah Ahmad melputi tiga aspek
fundamental, yaitu kelembagaan, metode dan aspek kurikulum.
1. Aspek
kelembagaan
Aspek
kelembagaan yang dirintis beliau adalah mendirikan madrasah Adabiyah. Untuk
kepentingan itu ia menghubungi beberapa orang yang memiliki pendidikan guru,
seperti Guru Thaib Sutan Pamuncak dan Guru Karim. Sedangkan dari kalangan ulama
adalah H. Karim Amrullah, Zainuddin Labai, dan lain-lain. Pada perkembangan
berikutnya, di tahun 1915 corak pendidikan Adabiyah diubah menjadi bercorak
Hollands Maleische School (HMS) atau Hollands Inlandsche School (HIS), yaitu
tingkat pendidikan setarap dengan Sekolah Dasar (SD). Selain diajarkan
pelajaran agama dan al-Quran sebagai mata pelajaran wajib, juga diajarkan
pengetahuan umum.
Pada
perkembangan selanjutnya, berdiri Taman Kanak-Kanak (TK)—walau di zaman
pejajahan Jepang dibubarkan. Tetapi jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA tetap
dipertahankan. Bahkan ditambah dengan Sekolah Tinggi Administrasi Islam (STAI)
serta Laboratorium Komputer.
2. Aspek
Metode Pengajaran
Metode
debating club—metode diskusi termasuk metode yang diterapkan oleh Abdullah
Ahmad. Selain itu ia juga menerapkan metode pemberian hadiah dan hukuman
sebagaimana yang berkembang saat ini. Metode lain yang diterapkannya adalah
metode bermain dan rekreasi.
3. Aspek
Kurikulum
Di Sekolah
Adabiyah yang bercorak agama ini, dapat disimpulkan bahwa dalam program
pendidikannya menerapkan konsep kurikulum pendidikan integrated (integrated
curriculum of education), yaitu terpadunya antara pengetahuan umum dengan
pengetahuan agama serta bahasa dalam program pendidikan sebagaimana tercantum
dalam setiap rencana pengajaran. Dalam pandanganAbdullah Ahmad, bahasa Arab dan
Belanda sama-sama memiliki peranan penting dalam konteks alih ilmu pengetahuan.
KONSEP
PENDIDIKAN KH. AHMAD SANUSI
A. Riwayat
Hidup KH. Ahmad Sanusi
Ahmad Sanusi
dilahirkan pada tanggal 3 Muharram 1306 H., bertepatan dengan 18 September 1888
M. di desa Cantayan, kecamatan Cibadak kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Ayahnya
bernama KH. Abdurrahman bin Haji Yasin, seorang pengasuh pondok pesantren di
Cantayan. Ahmad Sanusi merupakan anak ketiga dari istri yang pertama. Ia wafat
pada tanggal 15 Syawal tahun 1369 H./1950.
Ia
dibesarkan dalam lingkungan kehidupan yang agamis dan pesantren basis
pergerakan keagamaan. Sejak usia tujuh sampai lima belas tahun menimba
pengetahuan dari ayahnya di pesantren Citayan. Setelah cukup dewasa, ia disuruh
ayahnya untuk memperdalam ilmu agama di luar lingkungan pesantren ayahnya. Pada
tahun 1903 ia melanjutkan studinya, guru yang pertama kali didatanginya adalah
KH. Muhammad Anwar dari pesantren Salajambe, Cisaat. Kemudian kepada KH. Zaenal
Arip di pesantren Sukaraja, pindah lagi ke pesantren Gudang Tasikmalaya berguru
pada KH. Sujai, kemabali lagi ke Cianjur dan berguru kepada KH. Ahmad Satibi di
pesantren Gentur. Pada tahun 1909 ia berangkat ke Mekkah, setelah menikah dengan
Siti Juwairiyah, puteri H. Arfandi dari Kebon Pedes Sukabumi. Selain untuk
beribadah, ia juga menuntut ilmu di kota Mekkah. Ia mendatanani ulama-ulama
Syafiiyah, seperti Syaikh Shaleh Junaedi, H. Muchtar, H.Abdullah Jamani, Syaikh
Shaleh Bafadil dan Syaikh Jawani, seorang mufti mazhab Syafii. Ahmad Sanusi
berukim di Mekkah selama tujuh tahun, bahkan ia mendapat kehormatan menjadi
imam di Masjidil Haram.
C. Pemikiran
Ahmad Sanusi dalam Bidang Pendidikan
Upaya-upaya
yang dilakukannya di bidang pendidikan antara lain:
1. Upaya
Memajukan Pendidikan
Salah satu
upaya untuk memajukan pendidikan, Ahmad Sanusi membentuk lembaga pendidikan
Ibtidaiyah dan madrasah Diniyah. Menyelenggarakan kursus-kursus kepemimpinan,
pengetahuan umum dan agama, politik, serta mengaktifkan pengajia mingguan.
Bahkan untuk meningkatkan pemahaman tentang al-Quran, ia menerbitkan Tamsiyatul
Muslimin, kitab tafsir pertama di Sukabumi—yang ditulis dengan bahasa Arab dan
Latin.
2. Sistem,
Metode dan Kurikulum Pendidikan
Pondok
Pesantren “Syamsul Ulum” menggunakan sistem pembelajaran klasikal dengan jadwal
dan kurikulum yang sudah ditetapkan. Jenjang pendidikannya terdiri dari tiga
tingkatan, yaitu tingkat rendah, menengah dan tinggi, masing-masing terdiri
dari empat kelas dengan masa belajar empat tahun. Kurikulum yang disusun
danditerapkan adalah kurikulum khusus dalam bidang pelajaran agama.
KONSEP
PENDIDIKAN KH. IMAM ZARKASYI
A. Riwayat
Hidup KH. Imam Zarkasyi
Imam
Zarkasyi lahir di Gontor, Jawa Timur pada tanggal 21 Maret 1910 M. dan meninggal
dunia pada tanggal 30 Maret 1985. Ia meninggalkan seorang istri dan 11 orang
anak.
Belum genap
16 tahun, Imam Zarkasyi mula-mula menimba ilmu di beberapa pesantren yang ada
di daerah kelahirannya, seperti pesantren Josari, Joresan, dan Tegalsari.
Setelah belajar di sekolah Ongkoloro, ia melanjutkan studinya di pondok
pesantren Jamsarem, Solo. Pada waktu yang sama ia juga belajar di sekolah
Mambaul Ulum. Kemudian masih di kota yang sama ia melanjutkan pendidikannya di
sekolah Arabiyah Adabiyah yang dipimpin oleh KH. Al-Hasyimi—sastrawan Tunisia
yang diasingkan oleh Pemerintah Perancis di wilayah penjajahan Belanda dan
akhirnta menetap di Solo, sampai tahun1930.
Setelah
menyelesaikan pendidikannnya di Solo, Imam Zarkasyi meneruskan studinya ke Kweekschool
di Padang Panjang, Sumatera Barat. Sampai tahun 1935. Setelah tamat, ia diminta
menjadi direktur perguruan tersebut oleh gurunya Mahmud Yunus. Tetapi Imam
Zarkasyi hanya memenuhinya selama satu tahun, karena Gontor lebih
membutuhannya—apalagi kakaknya, Ahmad Sahal tidak mengizinkannya berada di luar
lingkungan pendidikan Gontor.
Pada tahun
1936, genap setelah sepuluh tahun dinyatakannya Gontor sebagai lembaga
pendidikan dengan gaya baru, Imam Zarkasyi seera memperkenalkan program
pendidikan yan diberi nama Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) dan ia
sendiri bertindak sebagai direkturnya. Pada tahun 1943 ia diminta menjadi
Kepala Kantor Agama Karesidenan Madiun. Jabatan lainnya sebagai kepala seksi
pendidikan kementerian agama dan anggota komite penelitian pendidikan pada
tahun 1946. Selama 8 tahun (1948-1955) ia dipercaya sebagai ketua Pengurus
Besar Guru Islam Indonesia (PGII) yang sekretarisnya waktu itu dipegang oleh
KH. EZ. Muttaqin dan banyak lagi jabatan lain yang pernah disandangnya.
(Mohamed Mohaini, 1991: 16)
Ia juga
produktif membuat karya tulis. Di antara karyanya adalah Senjata Penganjur dan
Pemimpin Islam, Pedoman Pendidikan Modern, Kursus Agama Islam, Ushuluddin,
Pelajaran Fiqh I dan II berikut kamusnya dan buku-buku pelajaran lainnya.
C. Konsep
Pendidikan KH. Imam Zarkasyi
1.
Pembaharuan Metode dan Sistem Pendidikan
Sistem
pendidikan di Gontor dilakukan secara klasikal yang terpimpin secara
terorganisir dalam bentuk penjenjangan kelas dalam jangka waktu yang
ditetapkan. Ia juga memperkenalkan kegiatan ekstrakurikuler seperti olah raga,
kesenian, keterampilan, pidato dalam tiga bahasa (Indonesia, Arab dan Inggris),
pramka, dan organisasi pelajar. Santri diharuskan tetap inggal di pondok
pesantren (boarding school). Sistem pembelajaran asrama tetap diterapkan (day
school system) dengan jadwal pembelajaran yang sangat ketat. Kajian kitab tetap
diterapkan, misalnya Fathul Qarib, Fathul Mu’in, I’anatut Thalibin dan
sebagainya.
2.
Pembaharuan Kurikulum
Kurikulum
yang diterapkan Imam Zarkasyi adalah 100 % umum dan 100 % agama. Di samping
pelajaran tafsir, hadits, fiqh, ushul fiqh yang biasa dijarakan di pesantren.
Ia juga menambahkan pelajaran umum, seperti ilmu alam, ilmu hayat, ilmu pasti,
sejarah, tata negara, ilmu bumi, ilmu pendidikan, ilmu jiwadan lain-lain.
Khusus pelajaran bahasa Arab ini ditempuh dengan metode langsung (direct
method) secara aktif dengan memperbanyak latihan (drill), baik lisan maupun
tulisan.
3. Perbaikan
Struktur dan Manajemen Pesantren
Berbeda
dengan pondok pesantren tradisional, Ponpes Gontor telah mewakafkannya pada
sebuah lembaga yang disebut Badan Wakaf Pondok Modern Gontor. Dengan demikian
aka ponpes ini menjadi milik semua ummat Islam dan semuanya ikut bertanggung
jawab atasnya.
4.
Pembaharuan dalam Pola Pikir Santri dan Kebebasan Pesantren
Gagasan
independen Imam Zarkasyi direalisasikan dengan menciptakan Pondok Modern Gontor
benar-benar steril dari kepentingan politik dan golongan apapun. Hal ini
diperkuat dengan semboyan Gontor di atas dan untuk semua golongan. Selanjtnya
kemandirian pondok ini juga terlihat dari adanya kebebasan para santrinya untuk
menentukan jalan hidupnya kelak. Imam Zarkasyi sering mengatakan bahwa Gontor
tidak mencetak pegawai, tetapi mencetak majikan ntuk dirinya sendiri.
KONSEP PENDIDIKAN
SYED NAQUIB AL-ATTAS
A. Riwayat
Hidup
Beliau
adalah ilmuan Malaysia yang lahir di Bogor, Jawa Barat pada 5 September 1931.
Pada usia lima tahun ia pindah ke Malaysia, tapi pada masa pendudukan Jepang ia
kembali ke Jawa Barat dan belajar agama serta bahasa Arab di pesantren al-Urwah
al-Wusqa di Sukabumi. Tahun 1946 ia kembali ke Malaysia dan hidup bersama
keluarga Tengku Abdul Aziz yang saat itu menjabat sebagai Menteri Besar Johor.
Pendidikan
formalnya dimulai di English College Johor, kemudian The Royal Militery Academy
Sandhurst Inggris (selesai tahun 1955). Univesitas Malaya, Malaysia kajian
ilmu-ilmu sosial (1057-1959). MA dari McGill University Kanada di bidang
teologi dan metafisika. Ph.D di The School of Oriental and Afican Studies
Universitas London Inggris (1966) dengan disertasi “The Misticism of Hamzah
Fansuri).
B. Pemikiran
Naquib al-Attas
1.
Islamisasi Ilmu
Menurutnya,
islamisasi ilmu berarti pembebasan ilmu dari penafsiran-penafsiran yang
didasarkan pada ideologi sekuler dan dari makna-makna serta ungkapan manusia
sekuler. Gagasan ini muncul karena tidak adanya landasan pengetahuan yang
bersifat netral, sehingga ilmupun tidak dapat bebas nilai. Pengetahuan dan ilmu
yang tersebar ke tengah masyarakat dunia—termasuk dunia Islam telah diwarnai
oleh corak budaya dan peradaban Barat. Sementara peradaban sendiri telah
melahirkan kebingungan, kehilangan hahekat, menyebabkan kekacauan hidup
manusia, kehilangan kedamaian dan keadilan. Pengetahuan Barat didasarkan pada
skeptisme lalu diilmiahkan dalam metodologi.
Naquib
al-Attas membagi ilmu menjadi dua bagian:
a. Ilmu-Ilmu
Agama;
1. Al-Quran;
qiraat, tafsir dan takwil
2. Hadits;
sirah nabawi, sejarah dan pesan-pesan para rasul sebelumnya dan periwayatan
otoritatif
3. Syariah;
hukum-hukum, prinsip-prinsip dan praktek-praktek Islam
4. Teologi;
tauhid (tentang Tuhan, wujudNya sifatNya, asma-asmaNya, dan
perbuatan-perbuatanNya)
5.
Metafisika Islam (tasawuf), psikologi, kosmologi, dan ontology
6. Ilmu-ilmu
linguistik; tata bahasa, leksikografi, dan kesusasteraan
b. Ilmu-ilmu
Rasional
1. Ilmu-ilmu
kemanusiaan
2. Ilmu-ilmu
alamiah
3. Ilmu-imu
terapan
4. Ilmu-ilmu
teknologi
Ide
Islamisasi mengarah pada ilmu-ilmu kelompok kedua. Hal ini dikarenakan
ilmu-ilmu rasional, intelektual dan filosofi dengan segenap cabangnya mesti
dibersihkan dari unsur-unsur dan konsep-konsep kunci—yaitu Islam. Islamisasi
ilmu adalah suatu proses eliminasi unsur-unsur dan unsur pokok yang membentuk
kebudayaan Barat dan ilmu-ilmu yang dikembangkan; kemudian memasukkan unsur-unsur
dan konsep-konsep Islam.
Istilah-istilah
Islam merupakan pemersatu ummat muslm sedunia, karena tidak dapat diterjemahkan
secara memuaskan dalam bahasa manapun. Sehingga ia tetap seperti itu dengan
merujuk pemahaman seperti bahasa aslinya. Kata “Allah” ukan buatan manusia.
Jadi tidak cukup diterjemahkan dengan “God” atau “Tuhan” dengan “T” besar ala
Nurchalish Madjid.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. DR. H.
Ramayulis & DR. Samsul Nizar, MA, 2009, Filsafat Pendidikan Islam
Mohamed
Mohaini, Matematikawan Muslim Terkemuka, Salemba Teknika, Jakarta, 1991.
Nata Abudin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, PT.
Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar