A.
Kedudukan Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan
Nasional merupakan sarana formal dalam membentuk manusia Indonesia yang
bersifat utuh yakni manusia yang bertaqwa, cerdas, terampil, berbudi luhur dan berkepribadian
Indonesia.[1]
Pendidikan Islam dan pendidikan nasional tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Hal ini dapat ditelusuri dari 3 segi, pertama dari konsep penyusunan
sistem pendidikan nasional itu sendiri, kedua dari hakikat pendidikan
islam dalam kehidupan beragama kaum muslimin di Indonesia, ketiga dari
segi kedudukan pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional.[2]
Pancasila sebagai
landasan ideologis bangsa Indonesia pada sila pertama pancasila itu sendiri
ialah ketuhanan Yang Maha Esa . Dalam bingkai ideology, pembangunan pendidikan agama dalam sistem
pendidikan nasional secara jelas didudukkan dalam peraturan perundangkan yang
mengatur tentang penyelenggaraaan pendidikan Indonesia.
Pada masa awal
kemerdekaan pokok-pokok pendidikan yang diusulkan Badan Pekerja komite Nasional
Indonesia pusat (BPKNIP) menyatakan bahwa pengajaran agama hendaklah
mendapatkan tempat yang teratur dan seksama , hingga cukup mendapatkan
perhatian yang semestinya dengan tidak mengurangi kemerdekaan golongan-golongan
yang berkendak mengikuti kepercayaan yang dianutnya. Tentang cara melakukan ini
baiknya kementrian melakukan perundingan dengan badan pekerja. Madrasah dan
pesantren-pesantren pada hakikatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan
pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat dan berakar dalam masyarakat
Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan yang nyata
dengan berupa tuntutan dan bantuan material dari pemerintah.
Selanjutnya pada masa
orde lama pendidikan Agama telah dilaksanakan di Sekolah negeri melelui surat
edaran ki Hajar dewantara serta penetapan bersama mentri Agama, dan mentri
pendidikan, pengajaran dan kebudayaan Nomor: 1285/K.7 dan 1142/BHG.A tanggal 12
Desember 1946 yang kemudian diperbaharui dengan peraturan bersama nomor :
17678/Kab dan K/9180 tanggal 16 Juli 1951. Selanjutnya Tap MPR No II/MPRS/1966
secara tegas telah menetapkan pendidikan Agama sebagai mata pelajaran di
Sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Undang-undang No.2 Tahun 1989, Bab IX
pasal 39 ayat 2 dan 3 menyatakan bahwa : Ayat (2) Isi kurikulum setiap jenis,
jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat : Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.Setelah masa reformasi pemerintah
mengeluarkan peraturan tentang pendidikan agama yaitu dengan Undang-undang
No.20 Tahun 2003 pasal 37 ayat 1 : kurikulum pendidikan dasar wajib memuat :
Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Bahasa, Matematika,
IPA, IPS, seni dan Budaya, Penjas dan olahraga, Ketrampilan, Muatan Lokal. Dan
ayat 2 : kurikulum Pendidikan tinggi wajib memuat : Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa.
PP No 47 Tahun 2008
menyebutkan bahwa wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus di
diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggungjawab pemerintah dan
pemerintah daerah. Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi
jenjang pendidikan menengah, berbentuk sekolah dasar dan madrasah Ibtidaiyah
atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama dan madrasah
tsanawiyah atau bentuk lain yang sederajat.Dalam PP nomor 55 Tahun 2007 pasal 2
ayat 1 memberikan pengertian bahwa pendidikan agama adalah pendidikan yang
memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian , serta ketrampilan
peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya , yang dilaksanakan
sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/ kuliah pada semua jalur, jenjang dan
jenis pendidikan. Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu
menjaga kedamaian dan kerukunan , hubungan inter dan antar umat beragama.
PMA No.16 tahun 2010
Pasal 3 ayat 1 berbunyi setiap sekolah wajib menyelenggarakan pendidikan agama.
Dan pasal 2 berbunyi setiap peserta didik berhak memperoleh pendidikan Agama
sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
Selanjutnya dalam UU
No.12 Tahun 2012 disebutkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi, wajib memuat
mata kuliah yaitu agama, pancasila, kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia. Undang-undang
tersebut semakin memperkuat posisi pendidikan Agama di dalam sistem pendidikan
nasional.
B.
Pendidikan
Agama Islam Pada Sekolah Umum
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiaapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran
agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain
dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan
dan persatuan bangsa.
Munculnya anggapan-anggapan yang kurang menyenagkan tentang pendidikan
agama seperti Islam diajarkan lebih pada hafalan (padahal Islam penuh dengan
nilai-nilai) yang harus dipraktekan. Pendidikan agama lebih ditekankan pada
hubungan formalitas antara hamba dengan Tuhannya, penghayatan nilai-nilai agama
kurang mendapat penekanan dan masih terdapat sederet respons kritis terhadap
pendidikan agama. Hal ini disebabkan penilaian kelulusan siswa dalam pelajaran
agama diukur dengan berapa banyak hafalan dan mengerjakan ujian tertulis
dikelas yang dapat didemonstrasikan oleh siswa.
Sebagai bangsa indonesia
kita harus mengartikan pendidikan sebagai perjuangan bangsa, yaitupendidikan
yang berakar pada kebudayaan bangsa indonesiadan berdasarkan pada pancasila dan
UUD 45. Dalam operasionalisasinya, pendidikan nasional tersebut dikelompokan
kedalam berbagai jenis sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya, yang
dikelola dalam perjenjangan sesuai dengan tahapan atau tingkat peserta didik,
keluasaan dan kedalaman bahan pengajaran.
Dengan demikian, sisitem
pendidikan khususnya islam, secara macro merupakan usaha pengorganisasian
proses kegiatan kependidikan yang berdasarkan ajaran islam dan pendekatan
sistematik, sehingga dalam pelaksanaan opreasionalnya terdiri dari berbagai
sub-sub sistem dari jenjang pendidikan pra dasar, menengah atau perguruan
tinggi yang harus memiliki vertikalitas dalam kualitas ke ilmu pengetahuan dan
keteknologian yang makin optimal, yang
mana tiap tingkat, keimanan dan ketakwaan kepada allah akan meninggika
derajat lebi tinggi bagi orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.
Hakikat pembangunan
nasional adalah membangun manusia indonesia indonesia seutuhnya dan seluruh
mansyarakat indonesia yang berlandaskan pancasila dan UUD 45, maka jelaslah
tersirat dalam rumusan GBHN tersebut suatu idealitas yang sangat tinggi
nilainya karena pandangan dasar bahwa manusia yang utuh lahiriyah dan
jasmaniayah, seimbang, selaras dan serasi antara dunia dan akhirat dan
sebagainya yang mampu menjadi pemeran aktif dalam pembangunan.[3]
Pendidikan agama wajib
dilaksanakandisemua lingkungan pendidikan oleh semua unsur penanggung jawab
pendidikan, mengingat pendindikan agama di negeri pancasilayang kita cintai ini
bukan semata-mata panggilan misional yang mengikat seluruh bangsa untuk
menyukseskan, seperti halnya dengan komponen dasar pendidikan lainya, misalnya
PMP< pendidikan P-4, PSPB yang satu sama lain harus saling mengembangkan dan
berkaitan atau saling mengacu, meskipun pada masing-masing lingkungan tersebut
intensitas pengaruh dan efektifnya tidak sama karena berbagai faktor dan
fasilitas yang berbeda.
C.
Sistem
Pendidikan dan Pengajaran di Madrasah
Secara historis, pada tahap-tahap awal
perjalanan madrasah tidaklah begitu mulus, kendatipun
didirikan dengan nama madrasah, semula yang dikehendaki ialah suatu lembaga
pendidikan dengan sistem klasikal, yang didalamnya
anak didik mendapatkan ilmu pengetahuan agamaan umum secara berimbang. Tetapi
prakteknya hanya dicerminkan oleh sistem
klasikalnya saja, sementara kurikulum yang diajarkan tetap semata-mata bidang
studi agama. Karena itu banyak madrasah pada tahap-tahap awal ini tidak bedanya
dengan pesantren tradisional yang sudah lama berjalan.
Dari kenyataan-kenyataan tersebut, maka oleh
Departemen Agama diadakanlah upaya-upaya untuk peningkatan kualitas madrasah,
yang salah satu aspeknya adalah kurikulum. Untuk masalah kurikulum ini, dalam
perkembangannya telah beberapa kali diadakan perubahan, dari yang muatannya
lebih banyak pengetahuan agama dari pada
pengetahuan umum sampai dengan diberlakukannya kurikulum 1994 yang memuat
kurang lebih 10% pendidikan agama dan 90% pengetahuan umum.
Sistem pendidikan dan pengajaran yang digunakan
pada madrasah merupakan perpaduan antara sistem pondok pesantren dengan sistem
yang berlaku pada sekolah-sekolah modern. Proses perpaduan tersebut berlangsung
secara berangsur-angsur, mulai dari mengikuti system klasikal. Sistem pengajian
kitab, diganti dengan bidang-bidang pelajaran tertentu, walaupun masih
menggunakan kitab-kitab yang lama. Kenaikan tingkat ditentukan oleh penguasaan
terhadap sejumlah bidang pelajaran tertentu.
Pada perkembangan berikutnya sistem pondok mulai ditinggalkan dan berdiri madrasah-madrasah
yang mengikuti sistem yang sama dengan sekolah-sekolah modern. Namun demikian,
pada tahap-tahap awal madrasah tersebut masih bersifat diniyah yang hanya
mengajarkan pengetahuan agama.
Tampaknya, ide-ide pembaharuan yang berkembang
di dunia Islam dan kebangkitan nasional bangsa Indonesia sangat besar
pengaruhnya, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk ke dalam kurikulum
madrasah, dan terus berproses sebagaimana digambarkan terdahulu. Buku-buku pelajaran
agama mulai disusun khusus sesuai dengan tingkatan madrasah, sebagaimana halnya
dengan buku-buku pengetahuan umum yang berlaku di sekolah-sekolah umum. Bahkan
kemudian timbullah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem perjenjangan dan
bentuk-bentuk sekolah-sekolah modern, seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI) untuk
tingkatan dasar, Madrasah Tsanawiyah (MTs) untuk tingkatan SMP, Madrasah Aliah
(MA) untuk tingkatan SMA, dan ada pula Kuliah Muallimin (pendidikan guru) yang
disebut normal Islam.
D.
Madrasah dan
SKB 3 Menteri
SKB 3 Menteri yang bertemakan “Peningkatan Mutu
Pendidikan pada Madrasah” yang diterbitkan pada tahun 1975 berlaku bagi semua
jenjang madrasah, baik madrasah negeri maupun swasta, madrasah di lingkungan
pondok pesantren maupun di luar pondok pesantren. Sebagaimana namanya, tujuan
utama SKB 3 menteri tersebut adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan madrasah
agar sejajar dengan sekolah-sekolah umum. Selain itu, menurut Abuddin Nata, hal
keputusan bersama tersebut merupakan langkah awal masuknya pendidikan Islam ke
dalam sistem pendidikan nasional.
Secara umum isi SKB 3 menteri tersebut adalah:
1.
Ijazah yang dikeluarkan oleh
madrasah diakui dan mempunyai nilai yang sama dengan ijazah dari sekolah umum.
2.
Lulusan madrasah dapat melanjutkan
pendidikan ke sekolah umum setingkat lebih tinggi.
3.
Siswa madrasah dapat pindah ke
sekolah umum yang setingkat.
Hal tersebut tertuang dalam bab 2 (dua) pasal 2 (dua).
Sedangkan peningkatan mutu pendidikan pada madrasah, sebagaimana dijelaskan
pada pasal 3 (tiga) ayat 1 (satu) meliputi beberapa bidang:
1.
Kurikulum,
2.
Buku-buku pelajaran, alat-alat
pendidikan dan sarana pendidikan pada umumnya,
3.
Pengajar.
Sementara dalam pasal 3 ayat 2 (dua) dijelaskan
tentang kesesuaian tigkatan pendidikan madrasah dan sekolah umum:
1.
Standar pengetahuan madrasah
ibtidaiyah adalah sama dengan Sekolah Dasar,
2.
Standar pengetahuan madrasah
tsanawiyah sama dengan Sekolah Menengah Pertama,
3.
Sementara madrasah aliyah
disetarakan dengan Sekolah Menengah Atas dalam standar pengetahuan yang diajarkannya.
Sebagai konsekuensi adanya SKB 3 Menteri ini adalah
bahwa seluruh madrasah harus melakukan perubahan kurikulum, dimana 70 % materi
yang diajarkan merupakan ilmu pengetahuan umum dan 30 % sisanya adalah ilmu
pengetahuan agama. Dengan ini pula diharapkan lembaga pendidikan Islam dapat
meningkatkan kualitasnya sehingga mampu berkompetisi dengan sekolah umum.
Perbedaan yang ada hanya masalah departemen pemerintah yang menaunginya.
Madrasah/lembaga pendidikan Islam berada di bawah payung Departemen Agama,
sementara sekolah (umum) berada di bawah naungan Departemen Pendidikan
Nasional. Perbedaan lain adalah proporsi materi pelajaran agama Islam di kedua
lembaga tersebut. Materi agama di madrasah lebih banyak dari pada materi agama
yang diajarkan di sekolah.
Kelahiran SKB 3 Menteri ini memang dimaksudkan untuk
mengatasi kekhawatiran dan kecemasan umat Islam akan dihapuskannya sistem
pendidikan madrasah dalam sistem pendidikan nasional sebagai kongkurensi
Keppres dan Inpres di atas. SKB ini dapat dipandang sebagai model solusi yang
di satu sisi memberikan pengakuan terhadap eksistensi madrasah, dan di sisi
lain memberikan kepastian akan berlanjutnya usaha yang mengarah pada
pembentukan sistem pendidikan nasional yang integratif.
DAFTAR PUSTAKA
Assegaf, Abdur Rahman. Pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta :
Suka press, 2007.
Suhartini, Andewi, Sejarah pendidikan Islam, Jakarta: Depag RI,
2009.
Djamaludin, Kapita Selekta Pendidikn Islam, Bandung: CV
PUSTAKA SETIA, 1999.